Irianto Ibrahim
Irianto Ibrahim Lahir di Gu-Buton, 21 Oktober 1978. Perkenalannya di dunia sastra dan teater sejak bergabung di Teater Sendiri Kendari tahun 1997. Puisinya dimuat dalam antologi bersama Malam Bulan Puisi (kumpulan sajak teater sendiri), Sendiri 3 (kumpulan sajak teater sendiri) Ragam Jejak Sunyi Tsunami (Kantor Bahasa Medan). Kumpulan Sajak tunggalnya terbit untuk kalangan sendiri yaitu Barasanji di Tengah Karang (2004); Bunda, Kirimkan Nanda Doa-Doa (2006); Yang Tak Pernah Selesai (2007). Semasa mahasiswa mendirikan Pekerja Puisi Sultra (eksis). Kemudian mendirikan Komunitas Arus, ruang baca, teater dan kedai buku, sebuah ruang diskusi dan pengkajian sastra dan teater di Kendari, Sulawesi Tenggara. Pernah menjadi peserta Program Penulisan Puisi Mastera di Samarinda.
Irvan Mulyadie
Irvan Mulyadie, lahir di Tasikmalaya pada 18 Maret 1981.Mengawali petualangan sebagai pecinta kesenian semenjak kanak-kanak, saat itu sering manggung pada acara imtihan pesantren, dan mulai menciptakan syair nadoman (lagu islami). Bahkan lagu yang ia ciptakan pada usia kelas 6 SD masih biasa dipertunjukan sampai saat ini. Menginjak remaja,sekitar tahun 1996 bergabung dengan Sanggar Seni Tari dan Karawitan "Wargi Saluyu" sebagai penari juga sebagai ikon salah satu partai politik (maklum belon tahu apa itu politik). Tiga tahun kemudian turut menghidupkan kembali Teater Dongkrak yang pada tahun 1990-an merupakan salahsatu kelompok teater yang disegani di Jawa Barat(bahkan dianggap sebagai pendiri generasi ke-2 setelah kehancurannya di tahun 1997). Aktivitasnya disini lebih ke penulisan naskah dan manajemen produksi meski sesekali juga ikut main sebagai aktor dan sutradara. Beberapa kali mendapatkan penghargaan setingkat Jabar pada berbagai event,mulai dari lomba baca puisi, festival teater,dan penggagas event-event penting kesenian di Tasikmalaya.Salah satu penghargaannya adalah menjadi Juara pada Lomba Baca Puisi di Tasik-2000, garut-2001, Bandung-2002, juga Runer-up sutradara terbaik se-jabar dalam dramatisasi puisi di Universitas Galuh,2003 dengan mengantarkan Teater Peri yang disutradarainya merebut piala: Juara ke-2(?), aktor terbaik, Artistik Terbaik, musik terbaik, serta nominasi aktris terbaik. Namun belakangan gelar juara 1 dalam event tersebut diragukan setelah semua kategori dalam lomba direbut Teater Peri. Pada 1999 mulai bergabung dengan Sanggar Sastra Tasik yang dibidani oleh Acep Zamzam Noor dan Saepul Badar. Dan mulai menampakan keseriusan dengan banyak menulis karya sastra. Karya tulis dimaksud berupa Puisi, cerpen, novel, naskah drama, skenaro film, reportase, serta esei dan resensi pertunjukan kebudayaan. Sesekali juga bikin makalah untuk seminar atau pelatihan sastra dan jurnalistik. Sempat mendapatkan penghargaan sebagai penulis puisi cinta terbaik dalam Puspita Award 2005. Tahun 2002 gabung juga di Keluaga Seni Rupa Tasik. Mulai aktif berpameran sampai kini (terakhir di Taman Budaya Yogyakarta, 7-14 Agustus 2008 dan lukisannyapernah dipajang pula di museum nasional Yogyakarta untuk jangka waktu tertentu. Tahun 2003 mendirikan Barak Seni Tasik sebagai upaya mewadahi berbagai seni tradisional maupun kontemporer.Tahun 2004 menjadi salah seorang jurnalis di Majalah Pendidikan Ganesha. Tahun 2005 ia pun menjadi salah seorang penggagas atau bahkan dianggap sebagai praktisi pertama yang diakui dalam dunia perfilman independent di priangan timur. Yaitu dengan mengorbitkan film "Sahabat Sunyi" produksi Forum Diskusi Kreatif Film Tasik (Fordiskrift) yang naskah dan sutradaranya ia tangani sendiri. Sampai sekarang, setelah dilaunchingkannya film tersebut sudah ada lebih dari 50-an komunitas film independent di wilayah Priangan Timur.
Sejak Tahun 2006, ia dipercaya untuk memberi materi pelajaran di jurusan broadcasting pada almamaternya (SMKN 2 Tasikmalaya) dalam hal terapan ilmu teater dan film.
Adapun tentang karya puisinya terkumpul dalam antologi puisi bersama: Orasi Kue Serabi (GKT,2001) Poligami (SST,2002) Enam Penyair Menembus Udara(Diksatrasia Universitas Siliwangi,2003)Roh penyair Jabar-Bali(bp-jakarta,2005)Wajah Deportan (AUK-Kalsel,2009. Antologi puisi Tunggal: Sahabat Sunyi (BN,2004) Lidah Petir (BN,2004) Tembang Kembara (WIB Bandung, 2008)Kabar Waktu (boxidea publishing,2008), dan kumpulan cerpen-puisi: Tahun Kabisat (SOK-Sekolah Tingi Ilmu Sosial dan Pemerintahan Tasikmala ya, 2008). Anthologi Wajah Deportan (Balai Pustaka, 2008)
Bode Riswandi
Irianto Ibrahim Lahir di Gu-Buton, 21 Oktober 1978. Perkenalannya di dunia sastra dan teater sejak bergabung di Teater Sendiri Kendari tahun 1997. Puisinya dimuat dalam antologi bersama Malam Bulan Puisi (kumpulan sajak teater sendiri), Sendiri 3 (kumpulan sajak teater sendiri) Ragam Jejak Sunyi Tsunami (Kantor Bahasa Medan). Kumpulan Sajak tunggalnya terbit untuk kalangan sendiri yaitu Barasanji di Tengah Karang (2004); Bunda, Kirimkan Nanda Doa-Doa (2006); Yang Tak Pernah Selesai (2007). Semasa mahasiswa mendirikan Pekerja Puisi Sultra (eksis). Kemudian mendirikan Komunitas Arus, ruang baca, teater dan kedai buku, sebuah ruang diskusi dan pengkajian sastra dan teater di Kendari, Sulawesi Tenggara. Pernah menjadi peserta Program Penulisan Puisi Mastera di Samarinda.
Irvan Mulyadie
Irvan Mulyadie, lahir di Tasikmalaya pada 18 Maret 1981.Mengawali petualangan sebagai pecinta kesenian semenjak kanak-kanak, saat itu sering manggung pada acara imtihan pesantren, dan mulai menciptakan syair nadoman (lagu islami). Bahkan lagu yang ia ciptakan pada usia kelas 6 SD masih biasa dipertunjukan sampai saat ini. Menginjak remaja,sekitar tahun 1996 bergabung dengan Sanggar Seni Tari dan Karawitan "Wargi Saluyu" sebagai penari juga sebagai ikon salah satu partai politik (maklum belon tahu apa itu politik). Tiga tahun kemudian turut menghidupkan kembali Teater Dongkrak yang pada tahun 1990-an merupakan salahsatu kelompok teater yang disegani di Jawa Barat(bahkan dianggap sebagai pendiri generasi ke-2 setelah kehancurannya di tahun 1997). Aktivitasnya disini lebih ke penulisan naskah dan manajemen produksi meski sesekali juga ikut main sebagai aktor dan sutradara. Beberapa kali mendapatkan penghargaan setingkat Jabar pada berbagai event,mulai dari lomba baca puisi, festival teater,dan penggagas event-event penting kesenian di Tasikmalaya.Salah satu penghargaannya adalah menjadi Juara pada Lomba Baca Puisi di Tasik-2000, garut-2001, Bandung-2002, juga Runer-up sutradara terbaik se-jabar dalam dramatisasi puisi di Universitas Galuh,2003 dengan mengantarkan Teater Peri yang disutradarainya merebut piala: Juara ke-2(?), aktor terbaik, Artistik Terbaik, musik terbaik, serta nominasi aktris terbaik. Namun belakangan gelar juara 1 dalam event tersebut diragukan setelah semua kategori dalam lomba direbut Teater Peri. Pada 1999 mulai bergabung dengan Sanggar Sastra Tasik yang dibidani oleh Acep Zamzam Noor dan Saepul Badar. Dan mulai menampakan keseriusan dengan banyak menulis karya sastra. Karya tulis dimaksud berupa Puisi, cerpen, novel, naskah drama, skenaro film, reportase, serta esei dan resensi pertunjukan kebudayaan. Sesekali juga bikin makalah untuk seminar atau pelatihan sastra dan jurnalistik. Sempat mendapatkan penghargaan sebagai penulis puisi cinta terbaik dalam Puspita Award 2005. Tahun 2002 gabung juga di Keluaga Seni Rupa Tasik. Mulai aktif berpameran sampai kini (terakhir di Taman Budaya Yogyakarta, 7-14 Agustus 2008 dan lukisannyapernah dipajang pula di museum nasional Yogyakarta untuk jangka waktu tertentu. Tahun 2003 mendirikan Barak Seni Tasik sebagai upaya mewadahi berbagai seni tradisional maupun kontemporer.Tahun 2004 menjadi salah seorang jurnalis di Majalah Pendidikan Ganesha. Tahun 2005 ia pun menjadi salah seorang penggagas atau bahkan dianggap sebagai praktisi pertama yang diakui dalam dunia perfilman independent di priangan timur. Yaitu dengan mengorbitkan film "Sahabat Sunyi" produksi Forum Diskusi Kreatif Film Tasik (Fordiskrift) yang naskah dan sutradaranya ia tangani sendiri. Sampai sekarang, setelah dilaunchingkannya film tersebut sudah ada lebih dari 50-an komunitas film independent di wilayah Priangan Timur.
Sejak Tahun 2006, ia dipercaya untuk memberi materi pelajaran di jurusan broadcasting pada almamaternya (SMKN 2 Tasikmalaya) dalam hal terapan ilmu teater dan film.
Adapun tentang karya puisinya terkumpul dalam antologi puisi bersama: Orasi Kue Serabi (GKT,2001) Poligami (SST,2002) Enam Penyair Menembus Udara(Diksatrasia Universitas Siliwangi,2003)Roh penyair Jabar-Bali(bp-jakarta,2005)Wajah Deportan (AUK-Kalsel,2009. Antologi puisi Tunggal: Sahabat Sunyi (BN,2004) Lidah Petir (BN,2004) Tembang Kembara (WIB Bandung, 2008)Kabar Waktu (boxidea publishing,2008), dan kumpulan cerpen-puisi: Tahun Kabisat (SOK-Sekolah Tingi Ilmu Sosial dan Pemerintahan Tasikmala ya, 2008). Anthologi Wajah Deportan (Balai Pustaka, 2008)
Bode Riswandi
Bode Riswandi lahir di Tasikmalaya, 6 November 1983. Tidak aneh, jika metafora sajaknya disadur dari wilayah geografis yang berupa pegunungan, lembah, lindai, dan persawahan yang membentang. Bisa dikatakan masih perawan dari polusi metropolitan. Kondisi ini membawa jiwa si penyair ke renung yang cenderung memilih suasana pedesaan. Membaca puisi penyair ini, bisa larung ke labirin ruang alam, karena ramuan-ramuan katanya, menjadi metafora yang mapan. Hal tersebut sering dijumpai dalam rancang bangun puisi, Bode, panggilan akrabnya, memuat metafora alam, dibungkus unsur agamis yang sedikit ‘nakal’, seperti bait :
Kekasih, berilah aku buah dada bugar
Buah dada yang memanjang dari Langit-Mu
Langit yang menjadikan api sebagai taman mawar
Bagi Ibrahim
Bagaimana tidak, bait di atas jika dibaca selintas; seperti erotisme sesat, desah jiwa ke Tuhan yang nyeleneh. Namun, jika dimaknai dari sudut pandang yang lebih dalam, penyair ini membawa pembaca bercinta atas kesucianNya dengan birahi suci pula tentunya, selayak “racauan cinta” Rumi yang maha dahsyat. Sejalan dengan Prof. Jakob Sumardjo, “… Dan Bode Riswandi bertolak dari adat untuk melukiskan penyatuan denganMu”.

Antologi Puisi Mendaki Kantung Matamu
Dalam antologi puisi MKM ini, penyair, membawa pembaca ke suasana yang loncat-loncatan. Meskipun karya-karya di dalamnya dirancang sebagai jejak penyair selama proses kreatif pembuatan puisi. Beberapa diantaranya :
Antarkan Mayatku Sampai Rumah Sepi, Kekasih
Kematianku meninggalkan darah di kelopak matamu
Bunga-bunga waktunya kau tabur
Di batu nisan — di dadamu
…
Mendaki Kantung Matamu
:buat WS. Rendra
Mendaki kantung matamu rakyat dengan darah selabu
Berlari tak tentu. Siapa lagi yang terbunuh? Darah kami
tinggallah selabu
Di Vietnamp Camp
Banyak yang bercerita lewat angin, semacam dingin
Atau isyarat yang licin. Sepi serupa kembang muda
Yang tumbuh di ranting rahasia
…
Buat Anna Politkovskaya
Salju yang runtuh dari rambut kelabumu
Semacam peluru makarov yang dilempar
Seseorang ke dada dan kepalamu. Lantas
Orang-orang bernyanyi untukmu, …
Mulai puisi pertama hingga terakhir, penyair mencoba merekam semua peristiwa yang dirasa, dilihat, dan direnungkan, tanpa memandang koherensi judul sebagai benang merah. Namun, tidak mengurangi keistimewaan dari kumpulan puisi ini, justeru pembaca akan mengalami pengembaraan makna yang dahsyat di ruang buku antologi MKM ini.
Beberapa bulan lalu, di kota santri Tasikmalaya, Buku Antologi Puisi Mendaki Kantung Matamu (MKM), telah ramai diperbincangkan di kalangan masyarakat sastra. Selain pakar dan kritisi yang membahas keistimewaan buku ini, banyak pula tanggapan positif perihal rencana penerbitannya yang ditungu-tungu, mulai dari tukang becak, pelajar hingga pejabat. Betapa tidak, penyair yang lumayan mempunyai reputasi tinggi di perpuisian nasional ini, membungkus puisi-puisi yang pernah dimuat, dari beberapa antologinya, bersama penyair-penyair muda Indonesia. Pada akhirnya menumbuhkan sikap apresiasi yang welcome dari masyarakat, atas konsistensi, intensitas dan loyalitas terhadap eksistensi kepenyairannya selama ini.
Sambutan hangat masyarakat, terutama pelajar, menunjukkan Bode Riswandi memberi pengaruh terhadap gairah jiwa apresiasi masyarakat bawah-atas, yang sebelumnya, hampir redup, mati suri dan lenyap, khususnya di Tasikmalaya. Banyak sekali instansi pemerintah Kota Tasikmalaya, komunitas seni dalam dan luar daerah, mengundang penyair satu ini dalam rangka bedah antologi puisinya.
Buku antologi yang didominasi warna sampul merah itu, memberi semilir kebanggaan kepada warga masyarakat, karena memiliki generasi penyair muda berprestasi yang kreatif, khususnya dalam perkembangan sastra di Kota Tasikmalaya. Hingga meranumkan nama daerah di kancah nasional maupun internasional, selain penyair kawakan Acep Zamzam Noor, Saeful Badar, Soni Farid Maulana, Nazarudin Azhar, dlsb. Gaung penerbitan antologi ini, menggema hingga duniacyber sastra, seperti Blog, Twitter, dan Facebook yang sangat digandrungi penyair-penyair pemula maupun penikmat cyber sastra.
Meskipun launching Antologi Puisi MKM ini baru akan dilaksanakan dalam waktu dekat, kegiatan road show ke luar daerah seperti Bogor, Bandung, dan Purwokerto, sudah dilaksanakan sebelum acara penerbitan diselenggarakan di Kota Tasikmalaya. Langkah tersebut dilakukan semata-mata menunggu waktu yang tepat agar pelaksanaan efektif dan efisien. Selain ajang publikasi, penyair ini memang hampir diminati kerabat sastra Indonesia, sehingga undangan bedah puisi MKM ini pun silih berganti.
Lulusan FKIP Unsil ini, berhasil mengetengahkan sajak-sajak segar yang mawar. Kembara kata yang sedemikian lengang, melalui proses kreatif yang tidak stagnan, mengukuhkan masyarakat sastra terhadap kepenyairannya. Seperti yang dikatakan “Ki Guru”, sapaan Bode kepada Acep Zamzam Noor dalam pengantarnya, “Bode Riswandi adalah salah satu dari sedikit penyair muda Jawa Barat yang potensial. Jika saja ia terus menjaga intensitas, mentalitas, dan integritasnya sebagai penyair, saya ramalkan sekali waktu puisi-puisinya akan menjadi penting”.
Sebelum meluncurkan buku tunggal antologi puisi ini, karyanya dimuat di Pikiran Rakyat, Majalah Syir’ah, S. K. Priangan, Tabloid MQ, Puitika, Lampung Post, Bali Post, Koran Minggu, Majalah Sastra Aksara, Jurnal Bogor, Tribun Pontianak. Selain itu, puisinya terkumpul dalam Biograpi Pengusung Waktu (RMP, 2001), Poligami (SST, 2003), Kontemplasi Tiga Wajah (Pualam, 2003),Dian Sastro For President #2 (Akademi Kebudayaan Yogyakarta, 2003), Jurnal Puisi (Yayasan Puisi, Jakarta 2003), End Of Trilogy (Insist Press, Yogyakarta 2005), Temu Penyair Jabar-Bali(2005), Lanskap Kota Tua (WIB, 2008), Tsunami, Bumi Nangroe Aceh ((Nuansa, 2008), Rumah Lebah Ruang Puisi (Yogyakarta, 2009), Pedas Lada Pasir Kuarsa antologi Temu Sastrawan Indonesia II (2009), Antologi Penyair Muda Indonesia-Malaysia (2009), dan Antologi Pemenang Sayembara Cerpen Nasional “Sang Kecoak” (Insist Press, 2006).
Diluar kepenyairannya, Bode Riswandi, mengajar di FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Tasikmalaya (Unsil). Bergiat di Komunitas Azan, Sanggar Sastra Tasik (SST), Rumah Teater, dan Teater 28.
Sebagai apresiasi, kita do’akan saja, mudah-mudahan umur kepenyairan Bode Riswandi, panjang, serta memberi khazanah terhadap perkembangan sastra Indonesia. Amin.
No comments:
Post a Comment